Kamis, 13 November 2014

CARA MEMBACA SIFAT SEESORANG DARI CARA BERJALAN

« Membaca sifat seseorang dari cara berjalan:
 1. Berjalan dengan bahu mengangkat, biasanya orang ini sifatnya mudah lupa, kadang-kadang lupa betulan, kadang-kadang pura-pura lupa.
2.  Berjalan menunduk. Tipe orang seperti ini adalah orang yang sangat teliti dalam perjalanan hidupnya, terutama teliti melihat harta tetangga. Disamping itu, dia juga teliti dalam melihat sesuatu yang dilihat sepanjang perjalanannya, terutama untuk melihat duit receh yang tercecer.
3. Berjalan sambil melihat kiri kanan.Type orang seperti ini adalah orang yang sifatnya kritis, terutama terhadap lingkungan sosial dan lingkungan alam. Biasanya orang seperti ini adalah orang yang tidak mempunyai masalah dengan siapapun karena dia sangat faham mana yang boleh dikantongi atau tidak boleh. Dia sangat hafal buah-buahan yang tidak boleh disentuh atau jenis pakaian yang seperti apa yang tidak boleh diambil dari jemuran.4. Berjalan sambil bernyanyi atau bersiul. Orang seperti ini sifatnya sangat menyenangkan, menyenangkan siapa saja yang ditemuinya. Suka membantu orang lain terutama membantu menyelesaikan masalah orang lain. Tetapi dia juga senang sekali menerima bayaran dari yang dibantunya. 
« Berikut karakter dan sifat yang dapat diungkap dari wajah anda:
 1.   Alis
Alis dapat menunjukkan pola pikir anda. Bila anda memiliki alis dengan pangkal tebal lalu menepis di ujung menunjukkan anda sangat berbakat dalam memulai proyek-proyek baru. Alis yang dimulai dengan pangkal tipis dan berakhir dengan ujung lebih tebal menunjukkan orang yang berbakat mengikuti detail. Jika alis anda tebal berarti menunjukkan kekuatan intelektual. Bila anda memiliki alis tipis tipis menunjukkan intensitas mental. Bentuk alis yang lurus menunjukkan bahwa anda adalah orang yang baik, estetis tapi jika jaraknya terlalu dekat ke mata. Bila alis anda terlalu tebal berarti anda adalah orang yang mudah marah dan tidak sabar.Alis yang agak menunjuk ke telinga memberi arti bahwa anda adalah orang yang senang sikap ramah. 2.   Telinga
Telinga menunjukkan bagaimana anda merancang realita dan bagaimana anda bereaksi secara tidak sadar terhadap hal-hal di sekitar anda. Bila telinga anda panjang maka menunjukkan bahwa anda memiliki kemampuan mendengarkan yang luar biasa. Jika telinga anda ukurannya sedang maka menunjukkan keluwesan dalam mendengarkan. Tetapi jika telinga anda pendek maka menunjukkan kecenderungan bukan hanya mengumpulkan informasi tapi juga memperhatikannya secara serius. Bentuk telinga anda yang menyudut ke dalam biasanya berarti anda mudah menyesuaikan diri. Sedangkan telinga yang menyudut ke luar menunjukkan bahwa anda ragu mengikuti aturan masyarakat. Untuk telinga anda yang letaknya lebih tinggi dibandingkan alis maka menunjukkan bahwa anda orang yang ingin berprestasi tinggi.3.   Hidung
Hidung menunjukkan bagaimana anda mengelola uang dan apa yang membuat anda beda sebagai pekerja.Hidung pendek menunjukkan bakat kerja keras.Hidung panjang menunjukkan ketrampilan perencanaan dan strategi yang istimewa.Hidung lurus menunjukkan sistematis.Hidung melengkung mengungkapkan kreativitas. Hidung berjendul menunjukkan pekerjaan anda maju mundur. Hidung besar menunjukkan kemampuan mencari uang. Jika lubang hidung lebih tertutup daripada terbuka, orang ini berkemungkinan lebih besar mempertahankan kekayaannya.4.   Mulut
Mulut untuk ekspresi diri. Bentuk bibir penuh, pintar membuat percakapan jadi terbuka lebar dan bisa mengungkapkan sesuatu yang memalukan. Bibir yang tipis menunjukkan bahwa anda lebih pintar dalam menyimpan rahasia pribadi. Bibir yang pendek dapat menunjukkan bahwa anda lebih menyukai percakapan satu arah. Anda memiliki bibir yang panjang maka menunjukkan bahwa kemampuan bicara dengan banyak orang. Bila anda memiliki bibir penuh dan cuping telinga besar dapat menunjukkan bahwa anda adalah orang yang sangat sensual. Bibir atas yang tipis menunjukkan orang yang kurang afeksi sedangkan bibir bawah lebih penuh menunjukkan menerima tantangan.  5.        Dagu dan Rahang
Dagu dan rahang secara bersama-sama atau terpisah bisa mengungkapkan etika, kemampuan membuat keputusan serta cara mengatasi konflik. Rahang yang lebar dapat menunjukkan bahwa anda cenderung lebih fisik daripada mental. Begitu juga sebaliknya jika rahang anda sempit. Sedangkan dahi tinggi menunjukkan pemikir sedangkan dahi bulat menunjukkan idealistis. Hati-hati, ada baiknya anda berhati-hati dengan orang yang memiliki bibir atas yang menonjol keluar ke atas bibir bawah terutama jika bibir atasnya tipis. Karena orang seperti ini kemungkinan mempunyai sifat mencari mangsa. Anda juga harus waspada dengan orang yang memiliki wajah berhidup luar biasa lancip dan menurun, bibir hampir tidak terlihat, mata kecil dan tulang pipi tinggi dengan sedikit daging. Karena orang yang memiliki bentuk wajah ini memiliki sifat yang kejam.


SUMBER:
http://www.vemale.com/woman-extra/20488-melihat-kepribadian-seseorang-dari-cara-berjalan.html

PURA SURANADI ULON

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Istilah Pura dengan pengertian sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Hindu, tampaknya berasal dari jaman yang tidak begitu tua. Pada mulanya istilah Pura yang berasal dari kata Sanskerta itu berarti kota atau benteng yang sekarang berubah arti menjadi tempat pemujaan Sang Hyang Widhi. Sebelum dipergunakannya kata Pura untuk manamai tempat suci / tempat pemujaan dipergunakanlah kata Kahyangan atau Hyang. Kata Hyang yang berarti tempat suci atau tempat yang berhubungan dengan Ketuhanan. Pura banyak didirikan didaerah-daerah setempat, untuk dijadikan tempat pemujaan bagi umat hindu seperti di daerah lombok terdapat banyak pura-pura yang telah didirikan oleh umat hindu, salah satu pura yang didirikan adalah Pura suranadi.
                   Pura Suranadi adalah pura yang terdapat dilokasi wisata Suranadi, pura ini merupakan sarana aktivitas ritual keagamaan yang dikelilingi oleh alam yang masih asri, namun pura ini juga memiliki beberapa pura yang berpola menyebar, diantaranya adalah pura pembersihan, pura ulon, pura pengentas, dan pura majapahit. Sesuai dengan keberadaan sumber mata air suci yang terdapat di kawasan setempat. Meskipun terpisah secara fisik, dari segi rangkaian kegiatan ritual, Pura Suranadi merupakan satu kesatuan. Keberadaan pura Suranadi erat kaitannya dengan 5 mata air  yang di sebut dengan Panca Tirta. Kelima mata air (panca tirta) tersebut adalah tirta pembersihan, tirta panglukatan, tirta pengening (Petirtan), tirta pengentas danToya tabah.
                   Suranadi sendiri berasal dari kata Sura yang berarti dewa dan nadi yang berarti sungai. Konon, dalam kamus bahasa Jawa kuno, Suranadi juga berarti kahyangan. Menurut catatan sejarah, mata air di Pura Suranadi terbentuk pada abad XVI ketika seorang India yang bernama Dang Hyang Nirata berkunjung ke pulau Lombok untuk menyebarkan agama Hindu. Setelah lelah menempuh perjalanan yang panjang, beliau beristirahat di Suranadi yang saat itu masih berupa hutan lebat yang dipenuhi satwa liar. Ketika itu, beliau menancapkan tongkat saktinya ke lima titik dan menyemburlah air dari tempat dimana tongkatnya ditancapkan dan sampai sekarang menjadi mata air tempat masyarakat mengambil air untuk upacara keagamaan Hindu.
Inilah yang melatar belakangi penulis untuk meneliti dan membuat makalah mengenai Pura Suranadi khususnya di Pura Suranadi Ulon tersebut,  dimana dipura ini memiliki sejarah yang sangat sakral sehingga membuat penulis menjadi tertarik untuk mengetahuinya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah dan struktur bangunan pura Suranadi Ulon?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain:
1.      Untuk memberikan pemahaman dan gambaran mengenai sejarah pura suranadi.
2.      Untuk mengetahui nama dan fungsi dari pelinggih- pelinggih pura suranadi khususnya di Pura Suranadi Ulon tersebut.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pura Suranadi Ulon
Pura Suranadi berada di Dusun Suranadi Desa Selat, Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat. Dari Kota Mataram berjarak sekitar 15 Km ke arah timur laut. Pura tersebut berada di tiga buah lokasi yang berbeda yaitu disebut Pura Ulon,Pura Majapahit, Pura Pengentas dan Pura Pebersihan. Lokasi Pura-pura ini dikelilingi oleh hutan wisata, persawahan, jalan raya, tempat berjualan dan penginapan. Terletak pada ketinggian 256 meter di atas permukaan laut.Secara etimologis, Suranadi berasal dari kata “sura” (dewa) dan “nadi” (sungai).Dalam kamus bahasa jawa kuno disebutkan bahwa Suranadi juga berarti “Kahyangan”, tempat para dewa bersemayam. (http://vhaulva.blogspot.com/2012/03/taman-suranadi.html)
                   Berdasarkan hasil wawancara dengan Pemangku Nengah Catra pada hari Rabu, 18 september 2013, beliau menceritakan bahwa keberadaan Pura Suranadi tidak terlepas dari Kisah perjalanan Dang Hyang Dwijendra yang kedua kalinya ke tanah Lombok ini dan juga upacara pengabenan pertama di lombok sekitar abad ke-16.
Di ceritakan pada waktu Danghyang Dwijendra datang pertama kali ke Lombok, dijumpai  oleh Beliau adanya orang-orang Bali atau “Baliage” yang berdomisili di Dusun Medayin. Mereka telah memuja Bhetara Gede Muter Jagat. Atas permohonan orang-orang yang tinggal di Medayin itu maka Sang Bethara menganugrahi mereka untuk berpindah tempat dari Medayin ke suatu tempat yang terletak di sebelah utara dan di sebelah barat sebuah sungai. Tempat yang baru itu diberi nama Karang Medain.
Pada suatu hari Mpu Dwijendra melintas di Karang Medain  dan   bertemu dengan salah seorang penduduk bernama I Gede Butaq. Dia itu sedang mempersiapkan tempat kremasi mayat pamannya yang bernama I Gede Batuhu yang meninggal tadi malamnya. Mpu Dwijendra memberikan petunjuk kepada I Gede Butaq bahwa hari ini tidak baik untuk membakar mayat  maupun Ngaben, tetapi  yang baik adalah lima hari lagi dari sekarang, tepatnya pada hari Wrespati Pon wuku Uye tanggal ping tigabelas purnamaning ke-dasa. Sang Mpu akan diminta untuk Muput atau menuntaskan upacara tersebut. I Gede Butaq juga memperkenalkan sanak saudara yang lain kepada Dang Hyang Dwijendra. Disebutkan bahwa ayahnya bernama I Gede Pageh yang berstatus Bendesa Banjar, bersaudara dengan I Gede Batuhu yang berstatus Kliang Banjar. Sedangkan Gede Batuhu berputra bernama I Wayan Para.
Tepat pada hari yang disepakati I Gede Butaq bersama I Wayan Para datang menjemput Mpu Dwijendra di Asramanya di Dasan Agung. Tetapi ternyata Sang Mpu telah pergi meninggalkan Asrama berjalan menuju kearah utara timur. Atas petunjuk seorang warga sasak maka I Gede Butaq dan I Wayan Para berusaha mengejar Sang Mpu yang baru saja berjalan ke arah timur. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya di sebuah hutan mereka menjumpai Mpu Dwijendra sedang duduk di atas batu di bawah pohon beringin. Setelah I Gede Butaq menyampaikan maksudnya seraya mengingatkan tentang kesepakatan mereka ternyata Beliau mengaku lupa sambil mengatakan bahwa kejadian ini memang kehendak dari Yang Maha Kuasa.
 Mpu Dwijendra selanjutnya menunjuk pohon bambo dan menyuruh I Gede Butaq dan I Wayan Para membuat empat buah Bumbung (yaitu buluh bambo yang dipotong untuk tempat menampung sesuatu). Setelah ke empat Bumbung selesai dibuat, maka Mpu Dwijendra berdiri seraya mengambil tongkat. Sang Mpu kemudian menancapkan tongkatnya ke tanah. Setelah beberapa saat tongkat itu dicabut maka keluarlah air yang meluap-luap bahkan sampai mancur. I Gede Butaq disuruh mengambil air tersebut dengan salah satu bumbung yang telah disiapkan tadi. Mpu Dwijendra menyuruhnya untuk memberi tanda dengan helai daun kayu, lalu bersabda bahwa air itu bernama “Tirtha Pebersihan”. Dan sekarang kita mengenal dengan Nama pura Pembersihan.
 Danghyang Dwijendra kemudian berjalan ke arah timur diiringi oleh I Gede Butaq dan I Wayan Para. Setelah berjalan kurang lebih lima puluh Depa, karena pada saat itu tidak ada meteran. Selanjutnya Beliau menancapkan kembali tongkatnya seperti tadi maka keluarlah air yang meluap-luap. Danghyang Dwijendra memberi tahu bahwa air tersebut bernama “Tirtha Pelukatan”.
                   Danghyang Dwijendra kemudian berjalan ke arah timur laut sampai sekitar lima Depa barulah melakukan hal yang sama yaitu menancapkan tongkatnya maka keluarlah air mencirat bersuara gemuruh. Beliau memberi tahu mereka berdua bahwa air itu bernama “Tirtha” yang selanjutnya disebut “Tirta Gamana”. Hingga sekarang tempat munculnya tirta pelukatan dan tirta Gamana ini di beri nama pura Suranadi Ulon.
Setelah itu Danghyang Dwijendra berbalik jalan ke arah barat daya kurang lebih sejauh lima belas Depa. Beliau kembali menancapkan tongkatnya maka keluarlah air yang kemudian diberi nama “Tirtha Pengentas dan Toya Tabah. Jadi di Pura Pengentas ini di temukan dua macam tirtha yaitu tirtha pengentas dan toya Tabah, Dijelaskan oleh Beliau bahwa “Tirtha Pengentas” digunakan untuk upacara “Pitra Yajna” yang bertujuan supaya Sang Atma (arwah) yang diupacarakan tersebut berhasil menemukan jalan menuju asalnya. Sedangkan Toya Tabah digunakan untuk pemuput upacara Pitra yadnya, yang di Bali dikenal dengan nama Tirta Penembak.
  Sang Mpu menjelaskan kembali kegunaan Tirtha yang lainnya. “Tirtha Pebersihan” digunakan untuk menghanyutkan Mala atau kekotoran yang berasal dari luar diri atau luar badan agar menjadi suci. “Tirtha Pelukatan” digunakan untuk menyapu Mala yang ada di dalam diri yaitu enam musuh dalam diri yang disebut Sad Ripu. Sedangkan Tirtha Gamana digunakan untuk menguatkan Sraddha, membuang pikiran negative dan memerangi tujuh macam kegelapan yang disebut “Sapta Timira”.
   Selanjutnya Mpu Dwijendra bersabda : “ Nah sekarang, hutan ini Mpu beri nama Suranadi”. Sura berarti orang yang telah berhasil melaksanakan Yoga Jnana atau dapat juga diartikan "Dewa". Nadi berarti orang yang menebar  kesucian atau juga dapat diartikan "Sungai". Setelah itu I Gede Butaq dan sepupunya disuruh segera pulang. Akhirnya kedua saudara sepupu ini segera kembali ke Karang Medain.
   I Gede Butaq dan I Wayan Para dengan membawa empat buah bumbung  berisi Tirtha yang ditutup daun paku telah sampai di Karang Medain. Kemudian menjumpai bapaknya yaitu I Gede Pageh yang statusnya Bendesa Banjar. Kepada bapaknya diceritakan bagaimana sampai memperoleh empat bumbung  Tirtha.  I Gede Pageh akhirnya memanggil sekalian Sekaha Banjar termasuk kepada I Ketut Kayun sebagai pemegang  Awig-awig atau   peraturan. Kepada warga banjar disampaikanlah apa yang disebut “Tirtha” yang diciptakan Mpu Dwijendra alias Ida Bhetara Sakti Waurauh yang  berada di Suranadi. Pemberian Tirtha dari tengah hutan itu digunakan sebagai  dasar agama untuk memberi penerangan kepada diri sendiri sehingga dinamakan “Gama Tirtha oleh Mpu Dwijendra bagi warga Baliage di Karang Medain.
 Setelah Danghyang Dwijendra selesai membuat mata air suci atau Petirthan di Suranadi maka Beliau melanjutkan perjalanan ke arah utara. Beliau akhirnya menginap di suatu tempat yang kemudian diberi nama “Majapahit”. Beliau menginap ditempat itu selama sebelas hari.  Kemudian Beliau kembali melakukan perjalanan kearah utara menuju daerah Bayan. Di sana beliau mengajarkan warga masyarakat tentang ajaran Wetu Telu.      
2.2 Nama-Nama Pelinggih di Pura Suranadi Ulon
                   Pura Ulon berada disebelah timur dan tepatnya disebelah timur jalan raya dan berbatasan dengan kawasan hutan lindung Taman Wisata Alam disebelah utara dan timur pura. Pura ini menghadap kebarat. Luas area pura Suranadi Ulon secara keseluruhan sekitar 65 Ha, (berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Nengah Segara Yasa selaku ketua pengurus Krama Pura Suranadi).
Pura Suranadi Ulon ini terbagi menjadi tiga area, yaitu nista mandala, madya mandala dan utama mandala.
A.    Utama Mandala,terdiri dari:
1.       Padmasana yaitu sebagai tempat berstananya  Sanghyang widhi Wasa dengan berbagai manifestasinya. Bangunan ini memiliki tinggi sekitar tujuh meter. Dimana  semau motif bangunan ini berwarna hitam.
2.      Palinggih Penyungsungan Bhatara Gede Gunung Rinjani. Palinggih ini berada diatas bataran bertangga sembilan, yang diapit oleh palinggih padmasana dan palinggih ngerurah. Bangunan ini memiliki ketinggian sekita empat meter dengan strukturnya terdiri atas dasar,badan dan puncak. Bagian dasar berbentuk segi empat terbuat dari bata dan pasir semen yang dicetak dengan hiasan dua buah ekor naga sebagai bibir tangga, serta beberapa hiasan lainnya. Bagian badan terdiri atas kayu yang bertiang enam dengan altar singgasana pada bagian atasnya. Puncak terdiri atas kerangka kayu berbentuk limas dengan beratap ijuk. Bangunan palinggihnya hampir keseluruhan berwarna hitam, yakni simbol Dewa Wisnu, sebagaimana diketahui bahwa wujud beliau sebagai Dewa air dan dewa pemelihara. Demikian pula hutan suranadi adalah sebagai pusat mata air yang jumlahnya sangat banyak.
3.      Palinggih Pengelurah , fungsinya  sebagai  tempat pemujaan brtara-betara pengiring atau manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.Palinggih ini berada di sebelah selatan palinggih Betara Gede Gunung Rinjani. Palinggih ini memiliki tinggi sekitar 3 meter.
4.      Palinggih Betara Ayu Mas Melanting berfungsi sebagai tempat pemujaan betara ayu mas melanting. Pemujaan terhadap Betara Ayu Mas Melanting bermakna untuk memohon penghidupan yang baik terutama dalam hal rejeki agar selalu dimudahkan untuk memperolehnya. Umat hindu yang mengharapkan rejeki dari berjualan di lingkungan pura suranadi dapat melaksanakan pemujaan pada palinggih ini agar diberi kemudahan dalam mencari rajeki.
Bangunan  ini memiliki panjang sekitar 2 meter, lebar 2 meter dan tinggi 3 meter, dengan dasar berupa bataran agak lebar. Pada atas bagian badan terdapat altar berbentuk empat persegi dan diatasnya terdapat dua buah tawulan (batu lonjong berdiri). Tawulan sebagai pratima itu dibungkus masing-masing dengan kain warna putih dan kuning. Bangunan puncaknya berupa kerangka berbentuk limas dengan atap genteng. Bagian dasarnya berupa teras yang telah dikeramik biasanya sebagai sebagai tempat sesajen.
5.      Gedong Penyimpenan berfungsi sebagai tempat pempat menyimpan segala peralatan yang digunakan pada saat persembahyangan atau pujawali, seperti wastra dan sebagainya. Bangunan ini berada disebelah selatan. Bangunan ini merupakan bangunan berdinding yang mempunyai teras dan di depan bangunan terdapat dua buah tiang serta beratapkan genteng.
6.      Bale Pengaruman / bale pelik, berada di utara pelinggih tirta pelukatan. Bale ini berfungsi sebagai tempat bermusyawarahnya para dewa.
7.      Pesimpangan tirta pelukatan. Sebelum nunas/ mengambil tirta pelukatan ini, biasanya terlebih dahulu nunas lugra dengan ngunggahan canang atau banten di palinggih ini.
8.      Tirta pelukatan. Tirta ini  biasanya digunakan untuk melukat seseorang dengan tujuan agar dapat membersihkan segala kekotoran yang ada pada dirinya baik secara jasmani maupun rohani.
9.      Bale pewedaan pemangku, digunakan sebagai tempat pewedaan oleh jero mangku saat muput persembahyangan atau upacara yadnya.
10.  Pesimpangan tirta pengening. Palinggih ini berfungsi sebagai tempat mohon lugra / permisi sebelum mengambil tirta pengening. Bangunan ini terletak berdekatan dengan tirta pengening.
11.  Tirta pengening, biasanya digunakan saat puncak upacara, sebagai prasadam dan diberikan kepada peserta upacara sebagai tirta wasuh paddya.
12.  Bale banten dan pewedaan pedanda. Bale banten berfungsi segai tempat untuk menyimpan banten dan segala sarana upacara. Di belakang bale banten terdapat bale tempat pewedaan pedanda yang sedang memimpin pelaksanaan upacara yadnya.
13.  Bale peteduh (tempat istirahat). Bale ini berbentuk persegi panjang, memiliki enam tiang dan beratap genteng. Bangunan ini biasanya digunakan sebagai tempat beristirahat  jero mangku yang bertugas.
B.     Madya Mandala, terdiri dari:
1.      Kori Agung serta pelinggih apit lawang. Kori agung ini merupakan pembatas antara madya mandala dengan utama mandala. Kori agung ini hanya di buka pada saat pujawali saja. Sedangkan pelinggi apit lawang ini sebai tempat para penjaga atau prajurit di pura tersebut.
2.      Bale Pekemitan.  Diarea madya mandala ini terdapat dua bale pekemitan. Yang satu berada di sebelah selatan dan yang satu lagi berada disebelah utara. Bale pekemitan ini biasa digunakan oleh warga untuk beristirahat atau melaksanakan pekemitan baik pada hari pujawali maupun hari-hari suci lainnya.
3.      Pos penjaga. Bangunan ini terletak di dekat pintu masuk madya utama. Pos ini berfungsi sebagai tempat peminjaman selendang atau kain bagi tamu wisatawan.
C.     Nista Mandala
1.      Bale Pesamuan, biasanya digunakan sebagai tempat mengadakan rapat  dan kegiatan masyarakat, seperti pegelaran tari-tarian dan sebagainya. Menurut keterangn narasumber ( putu Sueka agung ) dalam waktu dekat ini bale pesamuan tersebut akan direnovasi menjadi bangunan serba guna yang memakai motif bangunan bali.
2.      Bale Kulkul, berada di bagian pojok utara nista mandala berdekatan dengan kantor sekretariat. Kulkul ini biasa dibunyikan saat ada pemberitahuan rapat atau saat pelaksanaan pujawali.
3.      Kantor sekretariat merupakan kantor yang digunakan sebagai sekretariat oleh pengurus pura suranadi tersebut. (jero mangku nengah catra, 18 september 2013)

2.3 Fungsi  Panca Tirtha    
                   Hasil wawancara dengan jero mangku I Ketut Narwada dan Jero Mangku Buda Arsana,18 september 2013. Panca Tirtha artinya lima buah mata air dalam rangka upacara  yajna. Panca Tirtha terdiri dari mata air Petirthan,  mata  air  Pelukatan,  mata  air  Pengentas, mata  air Tabah dan mata air Pebersihan.  Kaitan dengan pelaksanaan upacara agama maka air berfungsi dan bermakna sebagai sarana persembahan yang disebut dengan air suci, yang sering juga dikenal dengan istilah Toyam. Lebih lanjut dijelaskan, Toyam atau Toya merupakan air suci yang dipergunakan sebagai sarana persembahan atau sarana upacara yang memiliki kekuatan magis selanjutnya lebih dikenal dengan nama Tirtha. Dalam kaitan ini yang digunakan Tirtha tersebut bersumber dari mata air Petirthan.
~ Tirtha Pelukatan berasal dari mata air Pelukatan  bermakna untuk membersihkan dan menyucikan rohani manusia yang akan melaksanakan upacara.
~ Tirtha Pengening (petirtan) dipergunakan saat puncak upacara, sebagai prasadam dan diberikan kepada peserta upacara sebagai tirta wasuh paddya.
~Tirta Pebersihan bermakna untuk membersihkan dan menyucikan jasmani manusia yang akan melaksanakan upacara yang berasal dari mata air Pebersihan
 ~Tirtha Pengentas berasal dari mata air Pengentas bermakna untuk memberi bimbingan jalan bagi sang Roh agar lancar melewati alam Niskala.
~ Toya Tabah  sama dengan Tirtha Penembak yaitu bermakna untuk muput upacara Pitra Yajna. Penembak juga  bermakna sebagai bekal sang Roh agar tidak kehausan di perjalanan, dan sebagai pengganti darah yang mengandung dosa dan kegelapan menjadi bersih oleh sinar Sang Hyang Widhi.
Selain itu Jero Mangku Nengah Catra ketika di wawancara juga menjelaskan bahwa untuk kegiatan upacara Dewa dan Manusia Yadnya hanya dibutuhkan empat macam tirtha yaitu tirta Tabah, tirta Pebersihan, tirta Pengening (Petirtan), dan tirta Pelukatan.
                   Sedangkan untuk upacara pitra yadnya di butuhka lima macam tirta (panca tirta) yaitu tirta tabah, tirta pebersihan, tirta pelukatan, tirta pengening  (petirtan) dan tirta pengentas. Bebten yang digunakan untuk nunas tirta disesuaikan oleh kemampuan yang bersangkutan, apabila tidak bisa membuat banten yang besar, dengan canang sari saja sudah cukup. Beliau juga menjelaskan, panca Tirta ini tidak hanya di ambil oleh orang-orang lombok saja, namun juga diambil oleh orang-orang dari luar seperti dari bali, jawa bahkan seluruh Indonesia dapat mengambilnya.


2.4 Pujawali Pura Suranadi
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 18 September 2013, Pujawali Pura Suranadi ini dilaksanakan pada purnamaning sasih ke-lima yang pada tahun ini jatuh pada bulan November, tepatnya pada tanggal 17 November 2013.Rangkaian pujawali mulai dari awal sampai penutupan upacara pujawali dilaksanakan selama sepuluh hari.  Pujawali pura-pura ini di laksanakan secara bersamaan pada hari yang sama.
Adapun prosesi Pujawali ini di laksanakan dengan beberapa rangkaian upacara,diantaranya:
~ Enam Hari sebelum hari pujawali dilaksanakan upacara Nuhur tirtha Ida Bhatara  Gunung Rinjani. Banten untuk nuhur Ida Bhatar Gunung Rinjani dibawa dari Pura Suranadi Ke Gunung Rinjani terdiri atas, pejatian, canang burat wangi, canang bebaos,canang genten, krik kramas,buhu dan tehenan. Bnaten tersebut akan dihaturkan pada masing-masin palinggih yang ada disana.
~  Tiga hari sebelum pujawali, yaitu balik dari Gunung Rinjani mundut (membawa ) Tirtha Betara Gunung Rinjani tersebut yang kemudian dilinggihkan di Pura Majapahit. Setelah Tirtha tersebut di linggihkan maka diadakannya pekemitan yang dilaksanakan oleh banjar-banjar pengamong pura Suranadi tersebut.
~ Dua hari sebelum puncak pujawali dilaksanakan upacara Tabuh Rah, yang merupakan salah satu rangkaian upacara bhuta yadnya dengan cara mempersembahkan darah ayam di halaman pura. Upacara ini dilaksanakan dengan cara memotong ayam dan darahnya dicecerkan di nista mandala, madya mandala dan utama mandala. Banten yang digunakan untuk upacara tabuh rah di pura ulon yaitu pejatian, canang burat wangi, canang genten, krik kramas, dan buhu.
~  Sehari sebelum Puncak Pujawali dilaksanakan upacara Melasti (Purwa Daksina) yang bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan semua pratima-pratima pura dan juga membersihkan diri semua krama dari segala kekotoran (mala) baik secara jasmani maupun rohani. Upacara ini dilaksanakan mulai pukul 08.00 pagi. Banten dan sarana yang dihaturkan untuk nyuciang pratima dipura ulon yaitu: pejatian, canang burat wangi,canang genten, canang bebaos, toya pesucian (toya cendana, toya segara, kumkuman, toya jeruk, dan toya nyuh gading), muncuk ambengan, krik kramas, buhu, tehenan, tigasan, dan solasan.
~  Dilanjutkan  pada pukul 13.00 waktu setempat yaitu sehari sebelum puncak pujawali dilaksanakan upacara mendak Ida Bhatara. Upacara ini dilaksanakan dengan ngamedalang Bhatara tirtha pada masing-masing pura, kemudian dinaikkan diatas jempana dan semuanya diarak keliling oleh semua banjar yang mengemong pura.
Banten yang digunakan dan dibawa pada waktu mendak yaitu: bayuhan panca phala, tipat kelanan, sanganan jauman, canang burat wangi, ayunan alit, canang lenga wangi, dan canang genten.
Banten yang dihaturkan bila setibanya mendak Ida Bhatara, yaitu: segehan agung, pitik selem mulus, rujak miyeh, solasan, basokan, tetabuhan (arak, tuak, berem, dan klungah nyuh gading). Banten ini akan dihaturkan diarepan candi.
~  selanjutnya pada pukul 14.00  waktu setempat, dilaksanakan upacara ngadegan Ida Bhatara di masing-masing Pura. Upacara ini di pimpin oleh seorang sulinggih dan beberapa pemangku.
~ Keesokan harinya merupakan hari puncak pujawali, dimana puncak pujawali dilaksanakan satu hari penuh. Upacara pujawali dimulai pada pukul 07.00 waktu setempat, diawali dengan ngunggahan banten pada masing-masing tempat yang telah ditentukan.  
~  Upacara Nyejer dilaksanakan tepat satu hari dan dua hari setelah puncak upacara (pujawali) yang mulai dilaksanakan pada pukul 06.00 waktu setempat.
~ Upacara Nglukar dilaksanakan tiga hari setelah pujawali. Upacara ini dilaksanakan pukul 15.00 waktu setempat yang dipimpin oleh pemangku yang telah ditunjuk. (sesuai penjelasan Jero Mangku Nengah Catra).
Beliau juga menyarankan, kalau bisa ketika upacara pujawali pura suranadi yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 september tahun ini, agar di usahakan kami dari mahasiswa STAHN Gde Pudja Mataram dapat ngaturang bakti di pura tersebut.

2.5 Banjar Pengamong Pura Suranadi
                   Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak  Wayan Nata dan petunjuk buku yang di perlihatkan oleh beliau, dapat dijelaskan bahwa meski Pura Suranadi terbagi menjadi 4 wilayah atau pura, namun pura-pura tersebut merupakan satu kesatuan. Sehingga keempat pura tersebut di among  atau urus oleh pengurus dan banjar yang sama. Pura suranadi  di among oleh 13 banjar atau kurang lebih sekitar 1.000 umat. Adapun banjar-banjar pengamong pura Suranadi antara lain:
            1. Banjar Semitha Karya Suranadi Barat
            2. Banjar Patus Suranadi Barat
            3. Banjar Muwe Desa Suranadi Barat
            4. Banjar Lempuyang Suranadi Selatan
            5. Banjar Sida Karya Suranadi Selatan
            6. Banjar Tresna Karya Suranadi Selatan
            7. Banjar Rta Tunggal Dharma Seraya
            8. Banjar Suka Karya Eyet Kandel
            9. Banjar Karya Dharma Kuang Mayung
            10. Banjar Gumang Peninjoan
            11. Banjar Sila Dharma Pemunut
            12. Banjar Sida Karya Pemunut
            13. Banjar Satya Dharma Eyet Kendel
 2.6 Renovasi  dan Pemangku Pura Suranadi
                   Berdasarkan keterangan Bapak I Putu Sueka Agung, Pura Suranadi Ulon ini sudah di renovasi sebanyak lima kali. Dimana  Pura Suranadi pertama kalinya dipugar  sekitar tahun 1720 M atas prakarsa Anak  Agung Nyoman Karang  raja di Pagesangan pada masa pemerintahan raja karangasem. Beliau adalah putra pertama I Gusti Anglurah Ketut Karangasem seorang raja yang dalam perjalanan waktu kemudian meninggalkan Puri Pagesangan menuju Bali. Pemugaran Pura dipimpin oleh Peranda Sakti Abah yang didatangkan dari Bali. Beliau adalah cicit dari Danghyang Dwijendra. Pemugaran kedua dilaksanakan sekitar tahun 1930 oleh pengelolaan punggawa cakranegara selatan. Pemugaran ketiga dilaksanakan sekitar tahun 1946, pada saat  kepengurusan pura suranadi diserahkan kepada krama pura pusat. Selanjutnya hingga saat ini kepengurusan pura suranadi diserahkan kepada umat hindu Desa Suranadi.
Adapun sumber dana yang digunakan untuk merenovasi Pura Suranadi tersebut, berasal dari tiga sumber, diantaranya:
~  Hasil plaba pura seperti hasil sawah dan tanah (hasil parkir dan  dagang yang ada di kompleks pura)
~  Dana punia dari para Bakta
~  Donatur
                   Pemangku yang ada di pura Suranadi secara keseluruhan berjumlah 8 orang, namun yang bertugas di pura Suranadi Ulon sekaligus pura Majapahit berjumlah 3 orang. Dimana pemangku-pemangku ini bertugas secara bergiliran setiap harinya. Salah satu pemangku yang bertugas di Suranadi Ulon bernama Pemangku Nengah Catra, yang menjadi narasumber ketika penelitian.

2.7  Peraturan di Pura Suranadi Ulon
~  Tidak di perbolehkan adanya hewan kaki empat masuk ke area pura, misalnya babi dan sapi.
~  Orang yang dalam keadaan cuntaka dilarang untuk masuk kepura, seperti    wanita yang sedang mengalami menstruasi, wanita melahirkan sebelum 42 hari, bayi yang belum berumur tiga bulan dan wanita Abortus selama 42 hari.
~  Dilarang melakukan perjudian diareal pura.
~ Untuk para wisatawan, wajib menggunakan pakaian (kain) yang sudah disediakan dan penglukatan oleh mangku sebelum masuk ke Utama Mandala.
~  Para wisatawan dilarang naik  dibagian Luwur/ atas, yang diperbolehkan hanyalah orang-orang yang akan maturan atau sembahyang.
 ~  Sebelum masuk ke Utama mandala, wajib melakukan penglukatan yang sudah disediakan di depan pintu gerbang di madya mandala. (keterangan dari Mangku Nengah Catra).



2.8  Struktur Kepengurus Pura Suranadi
Susunan Personalia Pengurus Krama Pura Suranadi
Periode 2012-2017
1.      Dewan Pembina
                   ~Ketua              : I Nyoman Santhi Artana.Amd.tak
                   ~Wakil ketua     : I Gusti Lanang Suniartha
                   ~Anggota          : Semua ketua banjar pengamong dan kepala dusun Hindu                       se-wilayah  Suranadi.
2.    Dewan Penasehat
                   ~ I Nengah Gatarawi.BA
                   ~ I Gede Mandia,SH.M.Ag
                   ~ I Nyoman Sumantri.SH.M.Ag
                   ~ I Nyoman Adwisana
                   ~ I Komang Srigata.SP
3.    Pengurus Harian
                   ~ Ketua                              :      I Nengah Segara Yasa
                   ~ Wakil Ketua I                 :      I Made Swastika
                   ~ Wakil Ketua II               :      I Gusti Nyoman Oka S.Ag
                   ~ Sekretaris                        :      Dewa Komang Puspa
                   ~ Wakil Sekretaris             :      I Made Sutha
                   ~ Bendahara I                    :      I Nengah Sirna
                   ~ Bendahara II                   :      I Gusti Lanang Kawiasa
4.    Seksi-Seksi
                   ~ Seksi Yadnya                 :      Ida Wayan Suarsana
                                                                     Ni Komang Purni
                                                                     Ayu Ketut Uma
            ~ Seksi Drowe                   :      I Gede Sumarda, SH.MH
                                                                     I Gusti Bagus Kaler
                                                                     Ni Made Suryaningsih
                   ~ Seksi Pembangunan       :      I Putu Sueka Agung,S.St
                                                                     I Ketut Wana Prastha
                                                                     I Wayan Dana
                   ~ Seksi Humas                   :      I Komang Asta
                                                                     I Gusti Bagus Parka
                                                                     I Gede Renawan




BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pura Suranadi berada di Dusun Suranadi Desa Selat, Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat. Dari Kota Mataram berjarak sekitar 15 Km ke arah timur laut. Dimana kata Suranadi berasal dari dua kata, yaitu "Sura" berarti Dewa dan " Nadi" berarti sungai. Dalam kamus bahasa jawa kuno disebutkan bahwa Suranadi juga berarti “Kahyangan”, tempat para dewa bersemayam.
Pura tersebut berada di empat  buah lokasi yang berbeda yaitu disebut Pura Ulon,Pura Majapahit, Pura Pengentas dan Pura Pebersihan. Meski keberadaan pura-pura tersebut berpisah namun secara fisik  merupakan satu kesatuan.  Keberadaan Pura Suranadi tidak terlepas dari Kisah perjalanan Dang Hyang Dwijendra yang kedua kalinya ke tanah Lombok ini dan juga upacara pengabenan pertama di lombok sekitar abad ke-16. Di pura suranadi dikenal adanya lima macam tirta diantaranya tirta pebersihan, tirta pelukatan, tirta pengening, tirta pengebtas dan tirta tabah. Dimana tirta-tirta ini tidak hanya dapat diambil oleh orang yang berada dilombok saja namun juga orang yang berasal dari luar lombok.
Luas area Pura Suranadi ulon ini sekitar 65 Ha, yang terbagi menjadi tiga wilayah yaitu nista mandala, madya mandala dan utama mandala. Pujawali pura suranadi dilaksanakan pada purnamaning sasih ke lima yaitu sekitar bulan november. Pura suranadi memiliki 13 banjar pengamong dengan jumlah warga sekitar 1.000 jiwa. Menurut keterangan yang diperoleh, hingga saat ini pura suranadi ulon telah mengalami renovasi sebanyak lima kali.
3.2 Saran

                   Semoga dengan terbentuknya hasil makalah ini para umat Hindu khususnya di Lombok,  lebih mengenal / memperhatikan Pura-pura yang ada di Lombok ini. Karena bagaimanapun juga ini merupakan peninggalan leluhur kita, yang harus kita jaga dan kita lestarikan untuk nantinya sebgai bekal cucu kita untuk lebih bisa mengenal apa tempat suci tersebut.

SUMBER:
Pemangku Nengah Catra,18 september 2013
Bapak Nengah Segara Yasa, 18 september 2013
I Ketut Narwada ,18 september 2013
Jero Mangku Buda Arsana, 18 september 2013
Bapak  Wayan Nata,18 september 2013
Bapak I Putu Sueka Agung,18 september 2013